Kamis, 05 Juni 2014

Ramadhan, Mungkin Selama Ini Kami Pura-Pura Merindukanmu.


"Senin buka bersama dengan X, Selasa buka bersama dengan Y,  Rabu buka bersama dengan Z  sekaligus Sahur on The Road, Kamis.. Jumat.. begitu seterusnya.  Begitulah cara kami merayakan kedatanganmu."

Sejak dua bulan lalu ketika kami panjatkan doa kepada Allah untuk disampaikan kepadamu, kami selalu bilang kami begitu merindukanmu. Ketika itu pula, kami selalu bilang kami tak sabar lagi untuk berjumpa denganmu—takut rasanya, bila ternyata umur ini membuat kami tak punya kesempatan untuk kita saling menyapa, saling mengisi, saling menyemangati. Akhirnya sampai juga hari ini, bahkan sudah separuh Ramadhan kami jalani.

Benar sekali, sukacita kami menyambut kehadiranmu. Apa lagi yang kami tunggu? Maka petasan meledak dan berisik di sana-sini, masjid-masjid kembali hidup, kitab-kitab dibersihkan dari debu yang menyelimutinya entah sejak kapan—Ramadhan lalu barangkali, berbondong-bondong kami berangkat shalat taraweh meski berat sebab perut kami masih dalam keadaan kenyang keterlaluan, pukul tiga acara televisi sudah ramai dengan lawakan-lawakan yang tidak lucu, dan seperti biasa: lagu-lagu religi diperdengarkan di mana-mana.

Inikah juga yang kau harapkan wahai Ramadhan?

Tiap hari kami menghitung lembar-lembar kitab yang telah kami baca, kami tersenyum: sudah banyak, insyaallah targetan kami tercapai. Kami tak terlalu peduli apakah kitab yang bolak-balik kami baca itu kami mengerti atau tidak, apalagi mengamalkannya—kejauhan. Kami sudah sangat puas bila ada yang bertanya ‘sudah berapa lembar yang telah dibaca’ kami bisa menjawab: sudah khatam dua kali. Lalu mereka kagum. Bukankah itu surga?

Tapi itukah sambutan yang sungguh kau harapkan wahai Ramadhan?

Kami melihat agenda harian kami: Senin buka bersama dengan X, Selasa buka bersama dengan Y, Rabu buka bersama dengan Z sekaligus Sahur on The Road, Kamis.. Jumat.. begitu seterusnya. Begitulah cara kami merayakan kedatanganmu. Tarawih bisa dilewat karena sunnah, Shalat malam jangan ditanya, mana sanggup kami menunaikannya. Malam-malam kami habiskan dengan tidur dengan lelap karena lelah, jangan sampai kami kesiangan sahur apalagi ketinggalan acara sahur favorit. Nanti kami dibilang tidak gaul.

Shalat shubuh di Bulan Ramadhan bagi kami adalah ritual penting menuju alam mimpi. Ya, kami tidur lagi karena tidur di Bulan Ramadhan adalah ibadah.

Puasa kami tak pernah bolong barang sehari, sebagaimana lisan kami yang tak pernah lupa jadwal amalan gibahnya. Kami begitu kuat menahan lapar, dahaga, birahi, sebagaimana kami begitu kuat menahan harta yang ada di dompet kami—tak ada yang boleh menyentuhnya sebab akan kami gunakan untuk lebaran mahameriah kami. Sesekali kami ingat ucapan penyair itu: ‘kau akan menjadi milik hartamu jika kau menahannya, dan jika kau menafkahkannya maka harta itu menjadi milikmu.’ Tapi siapa peduli. Lebaran tetaplah lebaran, merayakannya dengan kesederhanaan tak boleh jadi pilihan.

Seperti itukah perlakuan yang ingin kau dapatkan wahai Ramadhan?

Kelak ketika Ramadhan berakhir, kami—dengan mengendarai mobil pribadi kami—akan berkeliling mengunjungi saudara dan kerabat, bermaaf-maafan atau sekadar mencicip kue. Kami tentu senang, bahagia, karena katanya kami menang.

Ah, Ramadhan..
Entahlah, kami tak mengerti:
barangkali kami memang cuma pura-pura merindukanmu.







Powered by blogspot.com - sumber artikel:  azharologia.com - Terbaca di Forum Shalahuddin DJP

Selasa, 12 Februari 2013

Perang Pemikiran, Bagaimana Sikap Kita?



“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.”
(QS. At Taubah :32)

Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, “Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.

Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali.

Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.

“Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya.

Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.”

“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”


“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu “dijaga” sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet.

Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?” Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.

Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.

“Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”

“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari’at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”

“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang…”

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

***

Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam. Allah berfirman dalam surat At Taubah yang artinya:

“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka,
sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya,
sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.”
(QS. At Taubah :32)

Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.

Begitulah sikap musuh-musuh Islam. Lalu, bagaimana sikap kita…?

Diterbitkan ulang dari sumber : www.arrahmah.com  dengan perubahan.
Sumber Gambar : google.co.id

Rabu, 28 November 2012

Penghafal Al-Quran (Hafizh) itu Akhirnya Diwisuda dari STAN


"Siang murojaah (mengulang) hafalan,
Malam menambah hafalan,
Pagi melancarkan hafalan."
Berbicara tentang pemuda berprestasi memang tidak pernah ada habisnya. kali ini akan kita tengok sosok mahasiswa yang telah diwisuda dari kampus STAN. Apa istimewanya? Selain meraih gelar sebagai Ahli Madya di bidang Perpajakan, ia pun segera melengkapinya dengan gelar Al-Hafizh (Penghapal 30 Juz Al-Quran), Subhanallah!

Perjuangan menghafal Qur’an dimulai sejak di bangku SD dan saat lulus SD ia sudah menghafal 1,5 Juz Al-Quran. Menghafal Qur’an berlanjut menjadi hobbinya dan terbukti saat SMP sudah melahap hafalan 13 Juz. 

Termasuk di masa SMA yang biasanya banyak terjadi hal mengesankan, namun baginya yang paling mengesankan adalah ketika lulus dengan menghafal 21 Juz Al-Quran. Saat ini ia telah lulus dari kampus tercinta STAN Jurangmangu, insya Alloh 30 Juz Al-Quran bersemayam dalam memori, hati serta perilakunya. Aamiin.

Pemuda kelahiran Tasikmalaya 4 November 22 tahun lalu ini ternyata juga memiliki bejibun pengalaman organisasi dari bangku SMP hingga kuliah. Ia juga pernah menjadi bagian dari Staf PPSDM BEM STAN. Belum lagi banyaknya prestasi yang diraih sejak TK hingga berada di lingkungan perkuliaahan seperti berikut :

TK Al-Muttaqin, Tasikmalaya, Jawa Barat (1995-1996)
  1.      Juara 1 Lomba Adzan Se-TK Al-Muttaqin                                   1995
  2.      Juara 1 Lomba Nyanyi Anak-anak Se-TK Al-Muttaqin                   1995
  3.      Khotam Al-Quran                                                                    1996
SD Al-Muttaqin, Tasikmalaya, Jawa Barat (1996-2002)
  1.      Juara Umum Kelas 1 Se-SD Al-Muttaqin                                     1997
  2.      Juara Pembacaan (Hafal) UUD 1945 Se-Kota Tasikmalaya            1997
  3.      Juara 1 Lomba Adzan  Se-SD Al-Muttaqin                                  1998
  4.      Juara 1 MTQ(Musabaqoh Tilawah Quran)Se-SD Al-Muttaqin         1999
  5.      Juara 1 MTQ Tk.SD Se-Kecamatan Tawang                                2000
  6.      Juara 4 Lomba Pramuka Tk.SD Se-Kota Tasikmalaya                  2000
  7.      Juara 1 Lomba Nyanyi Sunda (Pupuh)  Se-Kecamatan Tawang     2001
  8.      Juara 1 Lomba Nyanyi Sunda (Pupuh)  Se-Kota Tasikmalaya        2001
  9.      Juara 2 Lomba Nyanyi Sunda (Pupuh)  Se-Provinsi Jawa Barat     2001
  10.   Juara 2 Lomba Rekorder Tk.SD Se-Kecamatan Tawang                2001
  11.   Siswa Berkepribadian Terbaik Se-SD Al-Muttaqin                        2001
  12.   Juara 4 LCT (Cepat Tepat) MIPA Tk.SD Se-Kota Tasikmalaya        2002
  13.   Juara 1 LCT AMIPA Tk.SD&MI Se-Kota Tasikmalaya                      2002
  14.   Juara 3 NEM Tertinggi Se-SD Al-Muttaqin                                   2002
Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat
MTs (Madrasah Tsanawiyah) (2002-2005)
  1.      Juara 2 Nilai Tertinggi Tes Masuk  Se-MTs Husnul Khotimah         2002
  2.      Juara 3 MHQ (Hafalan Quran) 1 Juz Se-Pondok Pesantren            2002
  3.      Juara 2 LCTA (Agama) Tk.MTs   Se-Kabupaten Kuningan              2002
  4.      Juara 1 MHQ 2 Juz Se-Pondok Pesantren                                   2003
  5.      Juara 3 Lomba Maraton Se-MTs Husnul Khotimah                        2004
  6.      Juara 1 MHQ & MTQ 1 Juz Se-Kabupaten Kuningan                      2004
  7.      Juara Umum Kelas 2 MTs Se-Mts Husnul Khotimah                       2004
  8.      Juara 2 Pertambahan Hafalan Quran   Se-Pondok Pesantren         2004
  9.      Juara 2 LLA(Lomba Lintas Alam)Tk.SLTP Se-Wilayah III Cirebon   2004
  10.   Juara 2 MHQ 5 Juz Se-Pondok Pesantren                                    2004
  11.   Juara 1 LCTM (Matematika) Tk.SLTP    Se-Wilayah III Cirebon      2004
  12.   Juara 61 Olimpiade Matematika Tk.SLTP Se-Indonesia                 2005
  13.   Juara Favorit LCTM Tk.SLTP Se-Jawa Barat                                2005
  14.   Juara I Seleksi Awal LCTM tk.SLTP Se-Jawa Barat                        2005
MA (Madrasah Aliyah) (2005-2008)
  1.    Juara 2 MHQ 10 Juz  Se-Pondok Pesantren                                 2005
  2.      Juara 3 Olimpiade Matematika    Se-Kabupaten Kuningan            2006
  3.      Juara 1 MHQ 10 Juz  Se-Pondok Pesantren                                 2006
  4.      Semi Finalis Olimpiade MTK Tk.SMA  Se-Wilayah III Cirebon        2006
  5.      Juara 1 MHQ 15 Juz  Se-Pondok Pesantren                                 2007
  6.      Semi Finalis MHQ 10 Juz (Antar Pondok) Se-Indonesia                 2007
  7.      Semi Finalis Matematika Ria Tk.SMA  Se-Indonesia                      2007  
  8.      Juara 5 Olimpiade Matematika Tk.SMA Se-Wilayah III Cirebon      2007
  9.      Semi Finalis LCTM Tk.SMA  Se-Wilayah III Cirebon                       2007
  10.   Juara 1 LLA(Lomba Lintas Alam)Tk.SMASe-Kabupaten Kuningan      2007
  11.   Juara 3 LCTM Tk.SMA  Se-Wilayah III Cirebon                               2008
  12.   Juara 4 Olimpiade Kimia Tk.SMA Se-Wilayah III Cirebon                2008
  13.   Semi Finalis LCTK (Kimia) Tk.SMA  Se-DKI,Jabar & Banten             2008
  14.   Juara 1 Pertambahan Hafalan Quran   Se-Pondok Pesantren           2008
Ketika ditanya, apa kuncinya bisa istiqomah menjaga dan menambah hafalannya, dia menjawab sederhana.
"Jaga hati,walaupun terkadang sulit."
Lalu ia membocorkan tips menghafal di tengah kesibukannya sebagai mahasiswa sekaligus aktivis pemuda dan pelajar. Tipsnya adalah; Siang   murojaah (mengulang) hafalan, Malam menambah hafalan, Pagi melancarkan hafalan.
 
Subhanallah termasuk langka melihat fenomena wisudawan STAN yang menjadi Hafizh Quran. Kalaupun ada dapat dihitung dengan jari. Oh ya, siapa sih nama sahabat yang sedang kita bicarakan ini? ia bernama Qital Amarullah dari jurusan Administrasi Perpajakan.

Semoga kisah Qital memberikan semangat untuk berinteraksi lebih dekat dengan al Quran. Sekaligus mampu mengingatkan seberapa jauh usaha kita untuk menghapal AlQuran. Sehingga ayat-ayatNya dapat bersemayam dalam jiwa dan terlihat dalam akhlak nan mulia.

Diterbitkan ulang dari sumber : www.iswandibanna.com dengan perubahan.

Sabtu, 01 September 2012

Pejuang Muda Yang Berwibawa


"Idealisme menaunginya, jauh dari
didikan materialisme keduniawian,
panggung sejarah milik mereka."
 

Sejarah telah mengajari kita: untuk menjadi pahlawan tak harus menunggu tua. Siapa tak kenal Al-Fatih? Menjadi sultan pada usia belasan tahun, lalu mempersembahkan Konstantinopel ke dalam pangkuan Islam. Sekaligus, menjawab teka-teki Sabda Nabi saw dengan meyematkan namanya sebagai “sebaik-baik panglima”.

“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Panglima yang
menaklukkannya adalah sebaik-baik panglima, dan pasukan
yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”
(H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335).

Siapa tak mengerti Imam Syafi’i yang di usia 15 tahun sudah layak menjadi mufti? Sampai-sampai Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Aku belum pernah menjumpai seseorang yang lebih pandai dari pemuda ini (Imam Syafi’i) dalam memahami kitab Allah, Al-Qur’an.” (Syaikh Ahmad Farid, 2007:363)
 

Satu setengah abad sebelum Imam Syafi’i hidup, pada akhir masa kenabian, Usamah bin Zaid memimpin pasukan kaum muslimin. Usianya baru 18-an tahun, sedang prajuritnya banyak yang lebih tua darinya. Bahkan, lima tahun sebelumnya, dalam peristiwa haditsul ifki (berita bohong), fitnah yang menerpa kesucian ‘Aisyah ra, Usamah bin Zaid termasuk segelintir orang yang diajak musyawarah oleh Nabi Muhammad saw. Bersama Ali bin Abu Thalib, ia pun membela ‘Aisyah ra melalui perkataannya, “Wahai Rasulullah, mereka itu adalah istri-istrimu, dan kami hanya mengetahui kebaikan yang ada pada mereka.” (Ad-Duwaisy, 2009:122)

Masa awal-awal Islam, remaja berwibawa menebar dimana-mana. Ada Zaid bin Tsabit, juru tulis Nabi. Zaid diperintah Nabi mempelajari kitab kaum Yahudi, padahal usianya belum genap dua puluh tahun. Ia juga dipercaya membacakan surat-surat orang Yahudi pada Rasulullah, dan menulis balasannya. Zaid bin Tsabit masih dianggap kecil dalam perang Badar.

Ada pula Zaid bin Arqam serta Zaid bin Jariyah, yang keduanya dianggap kecil dalam perang Uhud. Demikian pula Muadz bin Al-Harits bin Rifa’ah serta Mu’adz bin Amru bin Al-Jamuh, yang keduanya ikut serta perang Badar saat masih kecil. Pada fase Makkiyah, kita tidak bisa melewatkan para remaja berwibawa dari deretan para sahabat. Abdullah bin Abu Bakar, Mush’ab bin ‘Umair, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Arqam bin Abil-Arqam. Dan tentunya, Ali bin Abi Thalib.


Antrean panjang nama-nama itu, adalah bukti bahwa remaja sangat bisa berwibawa. Tapi, mengapa fenomena itu kini sangat langka? Kaum tua yang mabuk jabatan, salah satu jawabnya. Hingga egoisme itu menyebabkan remaja tak pernah diberi kepercayaan untuk berperan. Sekaligus menutup pintu sukses remaja. Solusinya, tentu melibatkan anak sejak dini dalam agenda keummatan.

Selain itu, karena kualitas dan kapasitas adalah indikator penentu kesuksesan, maka pendidikan bernuansa ilahiyah harus melekat pada anak sejak bayi. Sejak dini mestinya, mereka dekat dengan Al-Qur’an dan hidup dalam nuansa ‘ubudiyah. Idealisme menaunginya, jauh dari didikan materialisme keduniawian, panggung sejarah milik mereka. Sebutlah Imam Syafi’i yang menghafal Qur’an sejak kecil, dan menjadi hafidz sejak belia. Atau Al Fatih misalnya, tidak pernah meninggalkan sholat wajib, rowatib, dan tahajud sejak baligh hingga kematiannya.