Sabtu, 23 Februari 2013
Selasa, 12 Februari 2013
Perang Pemikiran, Bagaimana Sikap Kita?
“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.”
(QS. At Taubah :32)
Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di
depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di
tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata,
“Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan
kanan ada penghapus.
Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah
“Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid
muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara
tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata,
“Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah
“Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan
permainan diulang kembali.
Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan
kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah
biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru
tersenyum kepada murid-muridnya.
“Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian
jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun
kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan
yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya.
Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian
menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara
menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan
kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti
membalik dan menukar nilai dan etika.”
“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi
sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal
yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik
kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain.
Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disadari, kalian sedikit demi sedikit
menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”
“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu
Guru ada Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu
“dijaga” sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak
berdiri di luar karpet.
Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil
Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?”
Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan
lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.
Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar,
digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an ditukarnya dengan buku filsafat
materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.
“Murid-murid, begitulah ummat Islam dan
musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan.
Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela
kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian
perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin
membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam,
jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin
membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah
hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari
dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”
“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan
kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan
perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan
lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah
meninggalkan Syari’at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka
inginkan.”
“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan
menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka
terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain.
Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang
perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang
serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak.
Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum
pulang…”
Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu
keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di
kepalanya.
***
Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang
pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam. Allah berfirman
dalam surat At Taubah yang artinya:
“Mereka hendak memadamkan cahaya
Allah dengan mulut-mulut mereka,
sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya,
sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.”
(QS. At Taubah :32)
sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya,
sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.”
(QS. At Taubah :32)
Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang
membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda
Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas
media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak
terasa.
Begitulah sikap musuh-musuh Islam. Lalu,
bagaimana sikap kita…?
Langganan:
Postingan (Atom)